Pages

Senin, 28 Juni 2010

Nasionalisme Pedalaman

Perempuan renta, tinggal di desa Banjarsari, Kulonprogo. Rambutnya beruban, kulitnya berkeriput, terbungkus jarik dan kaos warna putih lusuh, sepertinya sisa peninggalan jaman perang. Ia istri pak dukuh. Usianya tak lagi muda, sekitar 55-an tahun. Seingat saya ia punya dua orang anak, sudah berkeluarga semua. Memiliki empat orang cucu. Saya takjub ketika ia berbicara tak seperti kebanyakan orang desa seusianya.
Bukan saya tapi dia mengawali obrolan.

Tadi siang, kami berdialog tentang demokrasi Negeri ini. Bagaimana atensi dia pada Amien Rais, orang yang dianggapnya punya jasa besar membangun Indonesia, keberanian dia menggulingkan rezim otokrasi Soeharto. Meski bagi saya Amien tidak lebih sebagai orang plin-plan. Tapi ia bangga menceritakan sosok idolanya.

Juga berbicara tentang keprihatinannya pada figur pemimpin yang tak lagi dapat dipercaya, ketika janji kampanye harus ditagih dulu, dan bukan karena dia sadar pernah berjanji. Ditagih pun tidak menjamin akan dilaksanakan. Ia sempat memuji Bupati Kulonprogo, karena perhatian dengan penduduk desanya, meski mengabaikan penduduk pesisir.

Pembicaraan berakhir dengan kutipan manis dari mulutnya, berbagai kebusukan di Negeri ini tak mengurangi hormatnya pada tanah kelahiran "Right or wrong, this is My Country," ucapnya bangga. Walau tua dan orang desa tampaknya ia lebih nasionalis.
*13 Mei 2010

1 komentar:

  1. Nice posting Gie, wah mengenai nasionalisme ttp perlu tokoh dan semangat tentunya, bagaimana dengan masa sekarang ini y? semoga lbh baik...

    BalasHapus