Pages

Sabtu, 29 Mei 2010

Kesibukan Dua Tempat


*oleh-oleh dari Kaliurang. Dalam rangka Pelatihan Feature LPM Keadilan FH UII, 27-30 Mei 2010 di Wisma Putra Jaya.
Matahari sudah sedikit berbagi kehangatan, namun udara pagi terlampau dingin untuk bisa merasakannya. Seorang ibu tua berkacamata, pakaian motif batik dipadu rok ungu sepanjang 5 cm di bawah lutut tampak berseliweran sibuk menyiapkan kebutuhan untuk dua penyewa wisma. Dia penjaga wisma disini, Wisma Putra Jaya Kaliurang. Ada dua rumah disatu areal wisma ini, satu rumah (saya menyebutnya bergaya setengah klasik), warna gading, sudah sejak dua hari lalu ditempati. Sedangkan satu rumah yang lain bercat merah, kuning kalem, dan ungu sepertinya baru tengah malam tadi berpenghuni. Anak-anak bermain ayunan dan jungkat jungkit di depan rumah itu, ceria.
Segelas teh hangat menemani saya menulis, di teras rumah klasik. Alunan lagu Laskar Pelangi membuat suasana bertambah nyaman pagi ini. Dari tempat saya duduk, dua perempuan, berjilbab hijau costa dan hitam sedang sibuk berbincang di tangga taman sebelah selatan, berlumut dan masih basah karna hujan semalam. Saya tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi mereka tak sadar jika ada sepasang kupu-kupu mendengarkan pembicaraan mereka.
Di tempat lain, anak-anak masih bermain jungkat-jungkit, "cepet medon!!" teriak anak kecil disitu. Ia ingin mengakhiri permainannya. Sudah capek atau ketakutan mungkin. Temannya bermain agak ngawur. Seorang ibu menyuapi anaknya. Sementara keluarga yang lain ada di pendopo sederhana, dikelilingi pepohonan cukup rindang, beraksitektur khas jawa, dengan 16 pilar penyangganya "jamur yang ada disop itu lho," ujar salah satu dari mereka. Sedang bercakap-cakap tentang makanan nampaknya. Selang beberapa menit kemudian makanan datang.
Musik berganti dari Laskar Pelangi ke Two Step Behind-nya Deff Lepaard, setelah melalui beberapa track dulu tentunya. Kesibukan berbeda terjadi di ruang utama rumah klasik. Sebagian tekun membuat tugas deskripsi, termasuk saya, sisanya melahap makanan dan masih tidur. Soto adalah menu pagi ini. Perpaduan kuah, bawang goreng, toge, kobis, sawi, bihun dan daging ayam tak segera membuat orang-orang yang tidur dan menulis segera menyantapnya. Mungkin karena aromanya telah hilang. Sudah sejak tadi soto itu tersaji di atas meja makan. Semut hitam mulai tergiur dan mengganyang jatah manusia.
Asap rokok perlahan memenuhi tempat ini. Untungya pintu dan jendela terbuka lebar, korden warna orange, bertekstur imajiner juga telah disibakkan sedikit menyegarkan hawa pegunungan di sini, karpet warna hijau daun menambah kesejukan. Kesibukan masih sama, hanya tak ada yang makan kali ini. Beberapa orang telah selesai menulis deskripsi, ”Zi,buat folder deskripisi simpen disitu,” perintah Ikhwan, instruktur acara. Satu orang lagi, Andi terlihat pesimis, ”wes rasah dipikirin, mosok pimred kalah karo Kuncoro, kui barang redpel,” ujarnya ketus.
Sementara pendopo sepi. Meninggalkan sepasang wanita dan pria. Si wanita menyapu lantai yang berserakan sisa-sisa makanan, sang pria mengangkut gelas. Anak-anak berhenti bermain ayunan dan jungkat jungkit. Si anak yang disuapi Ibunya juga sudah kenyang, begitupun orang-orang di tempat itu tadi. Tak ada lagi keramaian di pendopo, sudah masuk ke dalam rumah atau ada juga yang keluar dengan aktifitasnya masing-masing. Kesibukan kini terpusat di Rumah bergaya klasik, di ruang utama. Menyelesaikan deskripsi sesegera mungkin menjadi tujuan hidup kami hari ini, ”maksimal pukul setengah dua belas harus sudah dikumpul,” intsruksi Ikhwan.

Senin, 10 Mei 2010

Retrospeksi Chocomelt


*Belajar menulis prosa

Secangkir teh dan sepiring popcorn menemani kami bercengkerama, di ruang pelit cahaya dan orang sekeliling sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, didepan layar laptop, dengan jarinya bermain pada tuts keyboard dan kami pun seperti itu, sementara yang lain ada juga yang sedang memadu kasih. Namun satu hal yang membuat saya sedikit lega malam ini, tampaknya kawan saya sudah mampu melupakan masalahnya, harapannya begitu karna dua jam sebelum kami sampai disini, dia bercerita tentang kisah dramatisnya pada seorang wanita yang dianggap telah mampu memutarbalikan logika dan hatinya dengan berbagai kelebihan serta kekurangan.
Celoteh
Bagi dia hari ini tentu tak seindah dulu. Tepatnya dua bulan lalu, saya bersamamu merayakan ulangtahun perempuan penyuka chocomelt. Hal yang lazim bagi tiap lelaki untuk memperlakukannya lebih dari hari biasa, dihari jadinya. walau mungkin dia tidak pernah meminta apalagi mengharapkan. Namun Chocomelt tetap mengantarkan kepergianmu juga, dan tentu saya yang menemanimu ke suatu tempat, dimana saya atau kamu tak pernah tau dimana. Menyerah, kata itu seolah tak terbesit dalam gigihnya semangatmu, terus menyerang hingga 'musuh' tertangkap. Memang perjuanganmu akhirnya membawa hasil, kami menemukan dimana persembunyian 'musuh'. Saya dan Kamu bertemu dengannya, dan ternyata juga dengannya, kelak setelah kamu kemudian hari. Chocomelt itu sampai juga ke orang yang berhak menerima, dengan kondisi sudah cair, tidak jua mencairkan suasana kala itu. Terhenyak dan terlampau dingin untuk sembari berceloteh sekenanya. Pun begitu chocomelt itu telah ditangan perempuanmu kawan, misimu berhasil!! dan setelah perjalanan panjang ini, apa yang kamu inginkan, jika pada akhirnya chocomelt itu akan membentuk filosinya sendiri, sesuai jalan cerita yang kamu alami hari itu dan beberapa hari dengan kondisi menyesakkan.
Ekspektasi
Mencair dalam perjalanan memperjuangkan ekspektasimu, dan meski kini harus benar-benar mencair ku kira tak ada yang sia-sia. Seperti yang kamu ceritakan kala melintas di jalan tadi, ada nilai yang bisa kamu dapat. Pengalaman dan dewasa, pengalaman telah mendewasakanmu, mungkin begitu tepatnya, dan itu pelajaran. Bukan berarti kamu gagal, namun itu bekal. Sebuah pretensi yang tak pernah kamu harap ada tapi itu bermanfaat. Ada suatu adagium, masa lalu akan selalu ada dihalaman terdepan sebuah buku. Kamu tak akan pernah lupa dan akan selalu melihatnya setiap kamu akan membuka buku itu. Satu hal yang bisa kamu catat adalah, masa lalu itu juga sebuah rencana, rencana untuk masa depan. Jadi biarkan kisahmu itu menjadi sampul, biarkan saja chocomelt itu mencair, sementara kamu harus tetap melangkah, menggoreskan tinta dengan segala ekspektasi barumu dan bukan terus menangisi hal yang justru membuatmu semakin terperosok. Chocomelt tidak bisa mengalahkanmu, apalagi mengungkungmu. Chocomelt hanya artifisial belaka, dia mencair, itu menunjukan dia tidak bisa mempertahankan bentuk aslinya. Asumsikan sendiri apa itu..

Selasa, 04 Mei 2010

Problematika Buruh dan Momentum Hari Buruh Sedunia


Buruh merupakan bagian terpenting dari proses produksi yang ada dalam suatu perusahaan. Kekosongan kursi direksi perusahaan tidak akan menimbulkan banyak permasalahan dengan terhambatnya produksi, berbeda jika dibanding dengan ketiadaan perusahaan tanpa buruh, sedikit banyak akan sangat berpengaruh pada produksi yang jadi terbengkalai dan membuat perusahaan tidak memiliki income. Jika mengibaratkan dengan anatomi tubuh, maka buruh adalah jantung-nya perusahaan, begitu pentingnya keberadaan buruh, hingga perusahaan juga sangat bergantung pada kerja buruh. Jika buruh berhenti bernafas, berakhirlah kehidupan perusahaan tersebut.

Sebagai bagian paling vital dalam sebuah perusahaan, bukan berarti mereka mendapatkan protect lebih dari atasan ataupun Negara. Ironis memang, buruh bekerja banting tulang untuk menghidupi perusahaan (keluarga juga tentunya), menyumbangkan pemasukan bagi Negara lewat pajak, melawan lelah dan kerasnya aturan, dari semua dedikasi kerja yang mereka lakukan, tidak kemudian ada kepedulian dari pengusaha maupun Negara untuk menaikan taraf hidupnya, mensejahterakan dan memberikan perlindungan ekstra bagi mereka. Perlindungan terhadap pekerjaan dan perlindungan untuk memperoleh perlakuan adil.

Sistem Kerja Kontrak atau outsourching menjadi isu pokok yang kerap dilontarkan oleh kawan-kawan buruh dalam perjuangan untuk mendapat keadilan. Outsourching tidak membawa dampak baik bagi buruh, sistem ini akan banyak menguntungkan perusahaan dan merugikan pihak buruh. Perusahaan tempat buruh bekerja akan merasa save karena tidak bertanggungjawab langsung pada buruh, tapi menjadi tanggungjawab perusahaan penyedia jasa pekerja. Upah yang diberikan pun harus melalui perantara pengusaha penyedia jasa pekerja, yang berpotensi timbul penyelewengan, dimana upah dapat dipotong terlebih dahulu sebelum diberikan kepada buruh. Keadaan tidak adil ini, malah diakomodir oleh Negara, dalam UU No. 13/2003 dengan melegalkan sistem outsourcing.

Outsourching menjadi salah satu hal yang banyak dikritis eksistensinya dalam permasalahan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha. Perjanjian kerja waktu tertentu, juga menjadi isu sektoral yang banyak diperjuangkan untuk dihapuskan. Sistem tersebut tidak memberikan jaminan pada kelangsungan hidup pekerja, dan pengusaha cenderung menggunakan sistem semacam itu dari pada merubah status buruh menjadi pekerja tetap.

Dua hal tersebut diatas merupakan permasalahan yang sering mengemuka ke permukaan, selain itu sesungguhnya masih banyak lagi problematika yang menyelimuti buruh. Dari rendahnya upah, tidak ada perlindungan keselamatan kerja hingga masalah Pemutusan Hubungan Kerja yang sewaktu-waktu bisa dialami oleh mereka. Dan momentum hari buruh tiga hari lalu, tepatnya 1 Mei 2010 menjadi ajang untuk memperjuangkan hak dan nasib para buruh, bahkan hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan agenda makan siang bersama buruh. Kepedulian terhadap buruh seolah menjadi buah bibir dimana-mana pada momen tersebut, pertanyaannya kemudian apakah makan siang bersama akan merubah nasib buruh atau hanya pada moment hari buruh saja dengung perjuangan terhadap buruh terdengar diseantero Negeri lalu setelah itu keadaan buruh juga tidak semakin membaik, tentu bukan itu yang diinginkan.

Nasib buruh tidak ditentukan hanya pada moment tertentu, tapi dibutuhkan kepedulian setiap waktu dari semua kalangan, terutama pengusaha dan Negara. Pengusaha sebagai tempat untuk bergantung pada pekerjaan dan upah, sedangkan Negara sebagai pihak yang memberikan legalitas pada arah suatu perusahaan terhadap kebijakan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Moment hari buruh bisa menjadi refleksi akan pentingnya hak-hak buruh untuk dipenuhi, bukan makan siang saja yang bisa dilakukan, tapi juga harus ada tindakan nyata dari pemerintah untuk memperhatikan nasib buruh. Undang-undang yang sama sekali tidak berpihak pada nasib buruh, segera mungkin dirubah atau dihapus jika perlu. Kepedulian terhadap buruh harus mulai dibangun mulai dari sekarang, sehingga tidak hanya pada saat ada moment saja kepedulian itu lahir. Semoga peringatan hari buruh kemarin bisa jadi titik tolak perubahan nasib buruh untuk jauh lebih baik lagi kedepan.

Minggu, 02 Mei 2010

Imajinasi Televisi


*Ini tulisan waktu awal saya belajar menulis.heheheeee
Berbicara televisi maka kita akan tertuju pada satu keajaiban. Mengapa saya bilang keajaiban, karena dengan “kotak ajaib” tersebut dapat membawa kita ke berbagai tempat, melihat bermacam peristiwa, mengenal budaya–budaya bangsa lain, kita dapat menyaksikan berbagai jenis film, dari film kartun, drama, biografi, aksi, edukasi, musik dan lain sebagainya. Dari semua yang kita dapatkan itu, tidak semuanya benilai positif. Malah bisa di bilang jauh dari nilai positif, bisa dibilang hal yang diperoleh dari televisi tidak banyak membawa manfaat, meskipun masih ada program yang tetap menjunjung tinggi moral.

Bagi segenap masyarakat yang telah dewasa tentu dapat memahami dan memilah mana acara yang patut ditonton, dan mana yang harus dihindari. Walau tidak semuanya tapi bila dibandingkan dengan anak–anak pengaruh televisi sangat terasa bagi psikologis anak. Efek yang ditinbulkan amatlah beragam, dari yang baik hingga buruk. Dan kebanyakan membawa pengaruh buruk bagi perkembangan si anak.

Efek buruk yang dialami anak terjadi karena ketidakmampuan anak membedakan kehidupan di televisi dengan kehidupan nyata. Bagi anak–anak apa yang terjadi di televisi diasumsikan terjadi juga di kehidupan nyata. Padahal kita semua tahu apa yang ada di televisi itu sebagian besar hanyalah fiktif belaka. Sebagai contoh anak, melihat sebuah film action yang disitu bintang utama ialah tokoh idola anak–anak, semisal batman, superman, ataupun spiderman yang biasanya dalam film–film tersebut mempertontonkan adegan kekerasan, adu fisik, berkelahi antara si lakon dengan musuhnya dengan jargon “membela kebenaran, memberantas kejahatan”. Dari tayangan itu seorang anak akan berimajinasi untuk meniru apa yang dilakukan pahlawan idolanya itu, mempraktekan apa yang dilihatnya itu ke kehidupan nyata. saat anak bermain dengan teman sebayanya, permainan yang dilakukan oleh anak tidak jauh dari alur cerita film–film itu. Bermain perang–perangan, dengan senjata atau tangan kosong ada yang jadi musuh dan ada yang menjadi pahlawannya lalu adu fisik. Awalnya hanya main–main hingga tidak jarang terjadi adu fisik sungguhan ada yang terluka, memar, hingga membahayakan jiwanya. Bahkan belum lama ini ada anak yang dianiaya oleh temannya, setelah ditanyai oleh beberapa pihak alasannya ia memukuli temannya karena ingin meniru para jagoannya di acara smackdown.

Tidak hanya film bergenre kekerasan saja yang menjadi imajinasi anak, bahkan anak jaman sekarang sudah tahu hal–hal yang bukan menjadi kepribadian anak pada umumnya. Parameternya begini anak di masa pertumbuhannya adalah masa dimana anak tertarik untuk mengenal sesuatu dan ingin mengaplikasikannya. Sebagai contoh, sinetron sekarang sudah bukan sekedar konsumsi orang dewasa saja tetapi juga anak kecil. Karena anak keseringan menonton sinetron, yang di dalam sinetron tersebut ada adegan sepasang kekasih sedang berciuman atau berpelukan, maka dampaknya ialah anak menjadi tahu kemudian tertarik ingin meniru adegan berciuman atau berpelukan itu. Ini satu kisah nyata, saat itu saya berada di suatu daerah, di daerah tersebut ada beberapa anak kecil sekitar usia 6–8 tahun yang sudah cukup akrab dengan saya, secara tiba–tiba salah satu dari beberapa anak tersebut dengan lugunya berkata kepada saya, “ mas si mawar minta dicium lho.” Sungguh sesuatu yang tidak saya duga karena jauh dari tipikal anak seumurannya, separah itu kah dampak yang ditimbukan dari televisi.

Apa yang disampaikan di atas hanya sebagian kecil realita buruk di lingkungan sosial kita, masih banyak realita yang terjadi seperti anak yang sudah bisa berdandan meniru gaya artis favorit yang dilihatnya di televisi, gaya bicaranya yang sok artis, suka tebar pesona dan lain sebagainya. Apalagi sekarang sedang “hot-nya” artis cilik seperti baim, yang bermain didalam beberapa judul sinetron dan menjadi idola di semua kalangan dari anak–anak hingga yang orangtua. Dengan hadirnya baim tersebut akan membawa imajinasi anak kepada artis yang masih seusianya itu. “Si baim aja boleh dicium, kenapa kami tidak”, “Baim saja bisa berdandan bak model, lalu kami juga ingin seperti dia”. Sesuatu yang sangat dilematis, demi kepentingan komersialisasi lalu memperjualkan anak dibawah umur, kemudian berdampak adanya pengaruh buruk bagi para pemirsanya khususnya anak–anak.

Efek lain yang ditimbulkan ialah anak menjadi pasif dan tidak kreatif, karena seluruh waktunya dihabiskan di depan televisi. Masa kanak–kanak ialah masa dimana mereka sedang senang untuk bermain dan berkreasi tetapi televisi telah menyita kreatifitasnya dan waktu bermainnya di luar. di siang hari selepas pulang sekolah kita tidak mendengar suara ribut anak–anak berlarian, berkejar–kejaran, di sore hari anak–anak yang semestinya bermain bola dilapangan, kini jarang tampak lagi, karena sebagian dari mereka sedang asik menyaksikan film di tv yang di mata mereka film itu sedang seru.

Pada masa pertumbuhan bagi anak, seharusnya mereka di arahkan ke hal–hal yang membawa manfaat. Dengan bermain kejar–kejaran bersama temannya anak dapat belajar bekerja keras untuk memperoleh sesuatu, bermain bola melatih anak untuk belajar bekerja sama, belajar dan bermain dengan alam atau anak–anak dapat mengikuti kegiatan positif lain semacam TPA. TPA yang biasanya diadakan sore hari selain memberikan pelajaran tentang agama, belajar ngaji disitu juga menjadi sarana mengembangkan kreatifitas anak. Sehingga daya pikir anak terasah, dan menjadi kreatif.

Pengaruh buruk yang sangat memprihatinkan lagi ialah anak jadi malas belajar dan meninggalkan ibadahnya. Sebagai generasi penerus bangsa sudah barang tentu mereka menjadi harapan bagi masa depan keluarga dan bangsanya, namun lagi–lagi televisi sudah memupuskan harapan itu. Di malam hari waktu dimana yang seorang anak seharusnya belajar namun waktunya tidak dimanfaatkan untuk belajar. Acara televisi lebih menarik bagi si anak ketimbang belajar yang membosankan. Saat sudah masuk waktu solat, anak–anak tetap saja dengan cueknya tidak berpindah dari depan televisi dan ketika diingatkan untuk solat oleh orang tuanya, jawaban si anak adalah “ bentar mah, lagi nanggung neh filmnya”.

Para produser acara tv sungguh sangat jeli menyusun strategi bisnisnya. Dengan meletakan acara yang dianggap sebagai acara unggulan stasiun tv tersebut dan hanya untuk mencari kepentingan komersial semata dijam–jam utama dimana seharusnya menjadi jam belajar masyarakat, antara jam 18.00–21.00. Pada waktu–waktu itulah acara televisi sedang bagus–bagusnya. Jam 6 sore saat masuk waktu solat maghrib, televisi malah menayangkan film kartun, anak mana yang tidak suka film kartun. Sungguh sangat ironis padahal disela–sela film itu ada adzan untuk mengajak solat tetapi kebanyakan anak tetap saja berada di depan tv seakan–akan tv itu telah menghipnotisnya untuk tidak berpaling dari televisi. Setelah dicekoki dengan film kartun anak–anak kembali dimanjakan dengan acara lain, semacam sinetron, reality show dan lain sebagainya. Lalu kapan waktu belajar bagi si anak?

Ada beberapa orang yang secara ekstrim sengaja tidak menyediakan televisi di rumahnya. Karena mereka berpendapat acara televisi banyak membawa mudhorat ketimbang manfaatnya. Dasar argumentasi mereka ialah, dengan melihat secara faktuil tayangan televisi semacam infotaiment, reality–reality show terkesan hanya menjual keglamouran, dan menumbuhkan budaya hedonisme. Sebagai contoh ada seorang artis dengan gaya rambutnya yang baru lalu membuat geger seantero nusantara dengan bahasa yang dilebih-lebihkan, seolah–olah itu menjadi sesuatu yang penting untuk diekspose, mengulik kehidupan pribadi si artis hingga borok - boroknya, seakan menjadi kebanggaan dan memberikan “pelajaran” gratis bagi kita bagaimana tekhnik menggunjing orang yang baik. Adegan–adegan kekerasan meski sudah banyak korban berjatuhan juga tetap tidak pernah surut. Mulai kontroversi acara smackdown, lalu tayangan–tayangan berbau mistik, horor yang merusak keimanan seseorang tetap saja ramai ditayangkan. Untuk mengejar rating tinggi, lalu mengabaikan nilai kepatutan dimasyarakat.

Sudah saatnya peran orang tua menjadi amatlah penting bagi perkembangan psikologis si anak. Tidak harus dengan melarang secara frontal untuk tidak melarang nonton televisi tetapi cukup dengan pengawasan secara berkesinambungan. Tidak semua acara televisi itu buruk, meskipun hanya 10 % saja yang membawa manfaat setidaknya itu lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Misal Film kartun Spongebob, sesunguhnya dalam film itu terdapat pelajaran berharga tentang akhlak yang baik, yaitu mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik terhadap tetangga kita atau pun pada siapa saja. Jika kita cermati pada film itu, spongebob begitu dibenci oleh squirtwerd tetangga sebelah rumah nanasnya. Berbagai cara digunakan oleh squirtwerd untuk menghindar dari spongebob, meski begitu si spongebob dengan kekonyolannya tetap saja berlaku baik kepada squirtwerd tanpa sedikit pun menyimpan rasa dendam. Tetapi sayangnya acara tersebut ditayangkan pada jam–jam yang kurang tepat. Namun begitu masih ada beberapa program lain yang cukup bermanfaat seperti acara berita, penyegaran rohani, film edukasi, dan lain sebagainya adalah acara yang masih memiliki nilai positif untuk ditonton.

Peranan orangtua menjadi suatu kebutuhan pokok untuk dapat mendampingi putra putrinya saat menonton acara ditelevisi dan lebih baik melarang jika acara tertentu tidak sesuai dengan usianya. Agar anak dapat memahami dan tidak menerima mentah apa yang dilihat. Karena namanya anak kecil tentu akan selalu tertarik pada hal–hal yang menyenangkan baginya., berimajinasi kemudian mengimplementasikannya. Untuk pihak pengelola stasiun televisi sudah sepatutnya melihat dan mendengar apa yang telah terjadi di masyrakat kita. Jangan lalu menjadi apatis, tidak mau tahu yang penting acaranya laku, uang terus mengalir tapi berpikirlah secara rasional bahwa apa yang ditawarkannya itu akan menghancurkan masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa.

Sabtu, 01 Mei 2010

Koran Pagi Ini : Hukum Ajaib


Membaca Koran pagi ini, membuka salah satu rubrik, terdapat judul berita yang cukup menohok dimata, judul yang menarik, Penegakan Hukum Ajaib. Asumsi awal saya, akan ada berita baik yang akan disampaikan, tidak melulu cerita tragis tentang ketidakadilan yang dialami sebagian anak manusia yang tidak sanggup membayar hukum atau berita tentang pejabat yang memberi uang belanja kepada aparat supaya dapat lolos dari jeratan hukum. Sayang, tebakan itu meleset, asumsi saya salah. Lagi-lagi berita tentang ketidakadilan yang saya dapat, berita tentang busuknya hukum di Negeri ini.

Orang itu bernama Lengan Warsiam (50), seorang tukang pijat tuna netra dan suaminya, Muhammad Nuh (45) yang juga seorang tunanetra. Profesi tukang pijat dan ganja telah membawa mereka mendekam dipenjara. Mereka masing dihukum 15 dan 18 tahun penjara. Cerita berawal ketika pelanggan pijatnya datang ke rumah tempat mereka praktek di Kabut Sidorukun, Kecamatan Bilahilir, Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara dan menitipkan dos mie diruang tamu, tanpa diketahui tiba-tiba polisi datang menggrebek rumah mereka dan menemukan 10 bungkus ganja. Warsiam dan Nuh dituntut dan dihukum, hakim meminta mereka berdua untuk mengakui jika ganja tersebut miliknya.

Mengaitkan permasalahan tersebut dengan Konsep hukum non tekstual akan ada tali yang menghubungkan keduannya. Penulis melihat hukum yang diterapkan secara sistematik akan berdampak pada kemungkinan munculnya hegemoni kekuasaan dikalangan aparat penegak hukum kita. Mungkin sudah banyak tulisan yang membahas mengenai hal tersebut, tetapi memang permasalahan klise tersebut tidak pernah selesai. Analisa penulis pada kasus diatas, aparat yang punya kuasa untuk menjerat seseorang dengan pasal-pasal tertentu telah menggunakan kekuasaannya dengan kemudian meletakan secara paksa aturan tersebut bukan pada tempat semestinya. Perspektif yang dilihat bukan lagi aspek sosiologis, namun terjebak dalam tulisan dan ejaan dalam undang-undang. Seperti sebuah kendaraan, ada orang, ada motor dan ada bahan bakarnya, dengan begitu orang bisa menggerakan motor sesuka hati akan dibawa kemana. Sama halnya dengan hukum, selama sudah ada pelaku (walau itu belum tentu benar), dan sudah aturannya, maka hukum dapat digerakan sekehendak hati orang yang punya kewenagan untuk menggerakannya. Jika boleh ditarik lebih jauh lagi, penulis akan mengambil kesimpulan, kasus tersebut telah ditunggangi pihak-pihak tertentu, dalam artian pelaku sebenarnya telah menumbalkan kedua tukang pijat tersebut sebagai korbannya. Atau mungkin malah ada kongkalikong, antara pelaku dengan aparat, apabila melihat kondisi sekarang ini dimana moral sudah menjadi barang yang sangat langka, sehingga sulit dicari apalagi dimiliki tentu boleh saja kita berasumsi seperti itu.

Dari cerita diatas, yang hanya segelintir kisah potret buram bobroknya penegakan hukum di Indonesia, aparat telah bertindak begitu represif, dengan kemudian melupakan aspek kepatutan yang seharusnya bisa menjadi pertimbangan. Point penting yang bisa diangkat disini ialah, dari kacamata orang awam (pada kasus tersebut), aparat baik kepolisian maupun hakim tidak menggunakan logika berpikir mereka dalam mengambil keputusan. Untuk kali ini saya sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, dimana ia meminta aparat menggunakan logikanya dalam melihat kasus ini. Bagaimana mungkin seorang buta, bisa melihat siapa-siapa yang masuk kemudian menggunakan jasanya, bagaimana dapat tahu jika ternyata barang tersebut berisi ganja. Koran pagi ini telah membuka kembali, busuknya hukum di Negeri ini. Selanjutnya kita tunggu saja kemana kasus tersebut akan mengalir.