Tiba juga pada titik kulminasi bernama kejenuhan. Sebegitu hebatnya dia, sampai-sampai dapat mematikan mimpi dikala lemah, "dan tertidurlah lama!" Tapi kali ini bukan mimpiku yang kalah, aku masih yakin mimpi tidak semudah itu patah. Sekarang hanya berkehendak untuk istirahat sejenak meregangkan penat.
Aku berusaha tidak diam, aku dinamis mencari pemicu guna meledakkan lagi semangatku selepas jeda. Namun tanpa janji kapan ditemukan. Ya, sementara ini aku kehilangan jiwa yang telah terbangun bertahun lamanya. Hilang bukan berarti mati, lantaran yang mati tidak kembali, meski berlaku subtitusi. Hilang masih tetap ada, melainkan sedang berada di tempat berbeda yang aku sendiri tiada tahu dimana.
Memaklumi untuk beberapa waktu ini, bukan belas kasihan, itu yang aku mohon pada para pemimpi bila diperkenankan. Sebenarnya malu juga menuntut, telah terlalu sering aku ditoleran, terus-terusan menyusahkan. Kesadaranku tidak sanggup berkata tidak, kejenuhan ini jelas jadi penghambat. Aku tidak berharap mereduksi satu angan, pun jika senantiasa menyendat, segala konsekuensi aku jalani juga, meski harus berhenti pada titik lumer, "Mau tak mau, aku harus rela mengesampingkanmu mimpi!" Aku sangat mendamba permisifitas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar