Senin, 21 Februari 2011
Ulasan Padang Bulan
Apa alasan pas buat menyematkan label kecewa di atas sampul buku ini? Yaitu, pada tulisan pengantar, di balik cover buku, lalu di bagian pendahuluan, dari lembaran-lembaran itu saya sudah membayangkan cerita Padang Bulan bakal membahas sosok Enong panjang lebar, termasuk animonya terhadap Bahasa Inggris serta segala keprihatinan hidupnya.
Sayang, pembahasan mengenai Enong cuma diperoleh pada bagian-bagian depan, mungkin hanya sekitar lima sampai tujuh mozaik. Selebihnya, Enong sebatas serbuk-serbuk pelengkap kisah cinta Ikal dengan A Ling. Makanya, kalau mau dibilang kesal, ya wajar.
Selain itu, pembukaan lewat Enong tidak secara partikular mengabarkan, siapa itu Enong. Yang amat dramatis mungkin hanya saat Zamzami suami Syalimah, orang tua Enong, tewas terkubur dalam lubang galian timah. Padahal sebelum meninggal, Zamzami sudah menghadiahkan sebuah sepeda untuk Syalimah. Sepeda itu sebagai kejutan yang tidak pernah diminta oleh Syalimah. Cukup sampai di situ, kemudian jalan cerita beralih ke Ikal.
Sudah begitu alur cerita bagian pendahuluan cenderung membingungkan. Lompat-lompat, naik-turun, maju-mundur. Adakalanya berkisah tentang Enong, tiba-tiba masuk ke sosok Ikal, tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Meski pada akhirnya pilihan jatuh ke Ikal untuk menjabat tokoh utama.
Beruntung Andrea Hirata bisa meyakinkan pembaca, bahwa cerita tentang Ikal tidak kalah menarik. Hirata berhasil mengemasnya dengan cantik setelah melalui episode linglung yang lompat-lompat tadi.
Obsesi cinta Ikal pada A Ling, gadis Tiong Hoa. Susunan rencana dari A sampai F, pembatalan keberangkatan ke Jakarta, semua dilakukan Ikal cuma untuk merebut kembali A Ling dari Zinar yang telah lancang mencuri hati A Ling.
Dibantu Detektif M. Nur, pelatih burung merpati bersama seekor merpati pos cerdik didikannya bernama Jose Rizal dan mimpinya untuk jadi tekhnisi parabola, merupakan suguhan seru-kocak buku terbitan Bentang ini. Sekaligus mengobati hingga pulih kekecewaan karena gagal menjumpai si pendulang timah wanita pertama bernama Enong.
Animo Enong serta keinginannya kursus bahasa Inggris di Tanjung Pandan, biar lagi-lagi perannya sekedar bumbu penyedap, bBu Indri yang diam-diam menyimpan rasa pada Ikal lantaran puisi-puisi bikinan Ikal tapi tidak berbalas, dua tokoh ini membikin cerita jadi sedikit hidup.
Cerita Enong mungkin akan dideskripsikan pada buku kedua, dwilogi Padang Bulan. Sekarang, saatnya lanjut ke seri Cinta di Dalam Gelas. Selamat membaca!
Label:
Andrea Hirata,
Bentang,
Buku,
Kritik,
Laskar Pelangi,
Resensi,
Ulasan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar