Dimas anak kelas satu SD Negeri Keji, memakai baju warna merah ketika saya temui, badannya lebih besar ketimbang Esa yang memakai baju warna orange. Esa sudah kelas tiga, sekolah di tempat yang sama. SD mereka pernah hampir ditutup pemerintah, karena kekurangan murid. Berdua sedang sibuk membuat Kuda debog untuk pagelaran esok Minggu pagi. Akan ada sepuluh tamu dari Belanda datang ke desa mereka.
Dimas dengan jari-jari kecilnya tampak lebih lincah menganyam pelepah pisang menjadi kuda mainan dari pada Esa. Butuh dua pelepah untuk menghasilkan Kuda Debog. Pertama, ia mengelupas daunnya hingga habis, seperempatnya dibengkokkan, bagian atas dicacah menjadi dua, kemudian melubanginya sebagai tempat untuk memasukkan kepalanya. Pelepah pisang kedua dijadikan sebagai kepala dan badan kuda. Daunnya tidak dibabat habis, tapi dibentuk bunjai, semacam bulunya. Pelepah pertama dan kedua disatukan dengan tali rafia.
Dua hari berkenalan dan bergaul dengan Dimas dan Esa, juga Anggun, David, Udin, Sabar, Purwanto dan Rudi. Delapan bocah asli kaki Gunung Ungaran, Desa Keji, Dusun Suruhan, Jawa Tengah. Nuansa alam dan seni budaya masih kental di sana. Mainan tradisional egrang, dakon, teklek, lompat tali, gasing, lesung, kuda debog (kuda lumping) peninggalan nenek moyang masih bisa dinikmati. Beruntungnya mereka tidak tergerus arus modernisasi.
*5 Juni 2010
Sabtu, 24 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar